Review

Tuesday, March 29, 2016

REVIEW : KONSTRUKTIVISME DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL



Judul Buku
Castells, Manuel. 2010. The Power of Identity: second edition with a new preface. West Sussex: Blackwell Publishing.
Ringkasan Review         
            Review ini membahas mengenai tulisan Manuel Castells mengenai kekuatan identitas yang terjadi pada masyarakat di berbagai belahan dunia. Identitas pada dasarnya adalah sumber makna dan pengalaman masyarakat. Identitas merupakan proses konstruksi dari sifat budaya baik yang berasal dari seorang individu maupun dari berbagai aktor sehingga membantuk identitas yang prural. Identitas masyarakat kini berkembang pesat di era globalisasi. Di era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi membawa polemik dalam berbagai segi kehidupan masyarakat dunia. Di suatu sisi, globalisasi berdampak positif namun di sisi yang lain, globalisasi memberikan dampak negatif. Kedua hal ini berimplikasi terhadap kompleksitas di berbagai segi kehidupan manusia yang berdampak pada dinamika kontelasi hubungan internasional. Segala bentuk identitas, norma, dan aturan-aturan dapat dikonstruksi oleh masyarakat dan mempengaruhi perilaku masyarakatnya melalui proses internasionalisasi dan institunasionalisasi baik yang dilakukan oleh aktor negara maupun aktor nonnegara.
Pada abad ke-21 terjadi peningkatan jaringan antar masyarakat dan tumbuhnya kekuatan identitas antar masyarakat. Kedua hal ini berjalan bersamaan seiring dengan terjadinya globalisasi dan perkembangan teknologi yang berdampak pada transformasi atas negara, politik, dan demokrasi. Perkembangan teknologi komunikasi elektronik seperti internet turut membentuk identitas individual dan identitas kolektif dalam tatanan kehidupan suatu masyarakat. Pada era globalisasi, masyarakat antar berbagai macam negara dan berbagai suku bangsa semakin terhubung satu satu sama lain sejalan dengan peningkatan kamujuan di bidang teknologi informasi. Negara menjadi sumber di mana kesejahteraan, teknologi, dan informasi serta power mengglobal. Contoh yang paling nyata dapat terlihat adalah dengan terintegrasinya Eropa ke dalam organisasi antar negara Uni Eropa. Dengan eksistensi Uni Eropa berarti negara-negara yang tergabung di dalam Uni Eropa memberikan sebagian kedaulatannya demi tercapainya identitas bersama sebagai suatu oganisasi intra kawasan.
Semakin mengglobalnya dunia membuat suatu masyarakat yang ada di suatu negara merasa menjadi semakin lokal. Hal ini berdampak pada kehidupan  bermasyarakat di dalam suatu negara. Misalnya, munculnya kekuatan identitas dalam bentuk  fundamentalisme agama seperti jaringan teroris Al Qaeda, munculnya gerakan agama sebagai sumber konflik sosial dan perubahan sosial, dan timbulnya kritik terhadap budaya patriarki oleh gerakan lesibian dan gay. Timbulnya permasalahan yang semakin kompleks dalam internal suatu negara pada saat yang sama membuat mengglobalnya suatu permasalahan domestik. Dalam hal ini, perkembangan teknologi komunikasi seperti internet memberikan pengaruh yang besar terhadap berkembangnya arus informasi.
Pengaruh agama menjadi hal yang juga penting dalam membentuk kekuatan identitas suatu masyarakat. Kini, manusia hidup di dalam sebuah planet Tuhan, di Bumi. Hanya 15 persen dari masyarakat di dunia ini yang tidak beragama atau ateis sedangkan antara tahun 1990 dan 2000, pemeluk agama Kristen meningkat rata-rata 1,36 persen per tahun. Pada tahun 2000, pemeluk agama Kristen mencapai kira-kira 33 persen dari total populasi dunia serta pemeluk agama Muslim meningkat dari angka 2,13 persen per tahun mencapai 19,6 persen dari total populasi dunia. Pemeluk agama Hindu mengalami pertumbuhan sebesar 1,69 persen setiap tahunnya dan mencapai 13,4 persen dari total populasi dunia dan pemeluk agama Budha mengalami pertumbuhan sebesar 1,09 per tahun dan mencapai 5,9 persen dari total populasi dunia.
Meningkatnya pertumbuhan agama pada saat yang sama berdampak pada lahirnya fundamentalisme agama dan militansi agama di berbagai negara. Misalnya kelompok terorisme Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden yang mempunyai banyak jaringan di berbagai negara dan membuat terorisme menjadi aktor baru yang turut mempengaruhi dinamika hubungan internasional, jaringan Hizbullah di Libanon, Kelompok Hamas di Palestina, dan Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan bangkitnya kelompok neokonservatif di Amerika Serikat pada era Presiden George Walker Bush junior.
Perbandingan Tulisan Manuel Castells
            Castells beranggapan bahwa meskipun identitas biasanya berasal dari seorang individu ataupun kelompok masyarakat melalui kebudayaan, tetapi menurutnya identitas dapat berasal dari institusi yang dominan. Hal ini akan terjadi apabila aktor-aktor sosial menginternalisasi dan mengkonstruksi identitas tersebut.[1] Atas dasar ini, Castells membagi tiga bentuk identitas yakni identitas legitimasi, identitas resisten, dan identitas proyek.[2] Sejalan dengan Castells, menurut Barnett, kebudayaan memberikan arti dan mempengaruhi masyarakat dalam bertindak. Namun menurutnya, karena kebudayaan itu beragam dan masyarakat mempunyai interpretasi yang berbeda maka masyarakat dunia harus menyadari akan adanya perbedaan ini.[3]  
Castells beranggapan bahwa identitas, norma, ide, dan aturan tidak hanya dapat dikonstruksikan oleh aktor negara tetapi juga aktor nonnegara. Viotti dan Kauppi mempunyai pendapat yang sama bahwa identitas juga dapat dikonstruksikan oleh aktor negara dan nonnegara namun mereka menambahkan bahwa pengaruh identitas dapat disebarkan melalui dua jalur yakni melalui domestik suatu negara dan yang berasal dari eksternal suatu negara. Yang berasal dari dalam suatu negara dapat berupa bentuk aspek budaya yang lebih luas dalam hal sosial dan militer. Identitas juga dapat dipengaruhi oleh aspek ras, gender, nasionalisme, agama, dan ideologi. Sedangakan, dari faktor eksternal, identitas dapat berasal dari norma-norma internasional yang dapat membentuk identitas suatu negara dan mempengaruhi relasi antara suatu negara dengan negara yang lain.[4] Menurut Fierke, norma, aturan, dan bahasa merupakan hal yang penting pasca perang dingin antara Amerika Serikat dan Unisoviet. Dengan berakhirnya perang dingin, isu-isu dunia internasional lebih dapat dikaji secara lengkap dan mempunyai penjelasan yang lebih tepat yakni dengan melihat bagaimana faktor-faktor ideasional dapat dikonstruksi dalam kemungkinan yang berbeda dan hasil yang berbeda.[5]
 Viotti dan Kauppi memberikan istilah intersubjektif dan institunasionalisasi. Menurut mereka, konstruktivis melihat politik internasional dituntun oleh intersubjektif yang berarti komponen-komponen ideasional dibagi oleh masyarakat ke masyarakat dan institunasionalisasi berarti ide-ide kolektif seperti norma, aturan, kepercayaan, dan nilai dibangun dan dikonstitusikan oleh dunia sosial sebagai sturktur atau institusi, perbuatan, dan identitas.[6] Barnett menambahkan bahwa ide didefinisikan oleh struktur internasional dan bagaimana aktor negara dan aktor non negara kembali mereproduksi struktur tersebut dan pada suatu saat mengubah struktur tersebut.[7]  Sejalan dengan Castells dan Barnett, Viotti dan Kauppi mempunyai argumentasi serupa terkait dengan identitas. Pertama, menurut mereka konstruktivis mencari permasalahan dari identitas dan kepentingan dari negara. Kedua, konstruktivis memandang sturuktur internasional dalam istilah struktur sosial yang menanamkan faktor-faktor ide mencakup  norma, aturan, dan hukum. Ketiga, konstruktivis memandang dunia sebagai proyek yang yang senantiasa mendapatkan perlawanan.[8]
Analisa terhadap Tulisan Manuel Castells
            Castells memberikan pemaparan yang komprehensif mengenai  kekautan identitas dalam dunia internasional kontemporer.  Metode yang digunakan oleh Castells adalah dengan menggunakan metode komparatif yakni Castells mencoba memahami bagaimana identitas yang dimiliki oleh masyarakat di suatu negara menjadi kekuatan dengan melihat pada konteks sejarah dan pada konteks dunia kontemporer.
            Yang menarik dari buku Castells ini adalah Castells memberikan afirmasi pada situasi dunia saat ini khususnya melalui titik tolak dunia pasca perang dingin (post cold war) antara Amerika Serikat dan Unisoviet serta konstelasi politik global pasca peristiwa 9 September 2001 di mana terjadinya serangan teroris terhadap Amerika Serikat. Peristiwa 9/11 ini yang pada akhrinya membuat Amerika menginvasi Afganistan pada tahun 2001 dan Irak pada tahun 2003 atas nama perang melawan teror (war on terror). Tindakan Amerika Serikat ini menurut Castells merupakan bentuk counter offensive atas perilaku teroris yang mengancam domestik Amerika. Di lain sisi, menurut Castells, tindakan invasi Amerika Serikat merupakan bentuk usaha Amerika Serikat untuk mengembalikan bentuk unilateral Amerika dalam urusan internasional.[9]
Castells memaparkan bahwa negara saat ini hidup di dalam era globalisasi yang ditandai dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang massif. Hal ini membuat negara-negara dan khususnya masyarakat yang ada di suatu negara dengan masyarakat di negara lain semakin terkoneksi satu sama lain. Terkait dengan hal ini, Castells memberikan istilah informational politic atau politik informasi. Dalam politik informasi, media memiliki peranan yang sangat penting namun demikian menurut Castells media tetap mempunyai kelemahan karena sifat media yang beragam dan orientasi bisnis yang berbeda pula.[10] Karena itu menurut Castells, dunia tidaklah datar kecuali negara superpower meratakan melalui ekonomi dan kekuatan militer.
Dimana letak power menurut Castells dalam konstruktivis?  Castells mengatakan bahwa, “power still rules society; it still shapes, and dominates us”.  Ada tiga power yang mempengaruhi dunia saat ini menurut Castellls. Pertama, institusi (negara), organisasi (perusahaan kapitalis), dan pengontrol simbolis (seperti perusahaan, media, dan gereja). Sumber-sumber power ini dapat saja bertahan lama ataupun dapat memudar. Namun saat ini terdapat sumber power yang baru yang terdapat pada kode-kode informasi dan pada gambar yang mewakili dimana masyarakat mengatur institusi mereka dan masyarakat membangun kehidupan mereka, dan memutuskan perilaku mereka. Tempat power ini adalah pada pikiran manusia.[11]  Pikiran manusia yang menjadi sumber power yang baru ini yang pada akhirnya membuat manusia berpikir apakah menyetujui globalisasi atau menolak globalisasi? Pikiran manusia menghasilkan kekuatan feminisme dan enviromentalis, nasionalisme, dan fundamentalisme agama. Hal ini berarti sumber-sumber ide seperti agama, nilai, norma, dan aturan menjadi hal yang sangat penting dalam konstelasi hubungan internasional dan internal domestik suatu negara. Di era globalisasi membuat dunia semakin kecil dan arus informasi berkembang dengan sangat cepat yang dapat mempengaruhi suatu masyarakat untuk mengkonstruksikan identitas mereka. Kukuatan ide membentuk kontruksi pemahaman suatu negara akan dunia yang dia punya dengan demikian preferensi suatu negara untuk berperang atau memilih utuk damai bergantung pada ide yang dianut oleh negara tersebut.                                                                                                                                                                                                               
Kesimpulan
            Tulisan Castells memberikan pemahaman yang komprehensif dalam perkembangan hubungan internasional saat ini. Castells memberikan analisa yang tajam dengan membuat perbandingan antara pendekatan historis dengan pendekatan kontemporer dan pada akhirnya mengerucut pada konklusi terkait dengan kekuatan identitas dalam konstelasi politik internasional dewasa ini. Tulisan ini dapat membantu pembaca dalam menyikapi dan memahami bagaimana norma, aturan, dan ide dikonstruksi oleh suatu masyarakat melalui penyebaran pengaruh khususnya oleh aktor negara dan aktor nonnegara.
            Ketergantungan antar negara saat ini sangatlah tinggi, interkonektivitas antara masyarakat yang berada di suatu negara dengan negara yang lain semakin erat. Dengan demikian, konstelasi hubungan internasional akan semakin kompleks dan negara yang menjadi salah aktor utama dalam hubungan internasiomal harus benar-benar dapat mengkonstruksikan apa yang menjadi nilai, norma, aturan, dan ide yang berasal dari dalam negara tersebut. Dengan demikian, suatu negara dapat bertahan di era globalisasi seperti saat ini.    



DAFTAR PUSTAKA
Barnett,Michael. (2008) ‘Social Constructivism’, dalam John Baylis, Steve Smith, dan Patricia Owens. An Introduction to International Relation, Fourth Ed. New York: Oxford.
Castells, Manuel. (2010). The Power of Identity: second edition with a new preface. West Sussex: Blackwell Publishing.
Fierke, K. M. (2010) ‘Constructivism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, Second Ed. New York: Oxford University Press.
Viotti, P., & Kauppi, M. (2010). International Relation Theory, Fourth Ed. New York: Pearson.



[1] Manuel Castells. (2010). The Power of Identity: second edition with a new preface. West Sussex: Blackwell Publishing. Hal. 7.
[2] Ibid.Hal.  8.
[3] Michael Barnett. (2008) ‘Social Constructivism’, dalam John Baylis, Steve Smith, dan Patricia Owens. An Introduction to International Relation, Fourth Ed. New York: Oxford. Hal. 164.
[4] Paul R. Viotti dan Mark V.  Kauppi. (2010). International Relation Theory, Fourth Ed. New York: Pearson. Hal. 286.
[5] K.M. Fierke. (2010) ‘Constructivism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, Second Ed. New York: Oxford University Press. Hal. 179-180.
[6] Viotti dan Kauppi, Op. Cit., Hal. 280.
[7] Barnett, Op. Cit., Hal. 162
[8] Viotti dan Kauppi, Op.Cit., Hal. 277.
[9] Castells, Op. Cit., Hal. xxxi.
[10] Ibid. Hal. Xxxii.
[11] Ibid. Hal. 424-425.

No comments:

Post a Comment