Review

Tuesday, March 29, 2016

DIPLOMASI PAUS FRANSISKUS DI DALAM ERA MULTIPOLAR



Oleh
Paskalis Alfinos Toda

            Di dalam hubungan internasional, politik internasional tidak sebatas di pahami sebagai politik antar negara di dalam arena internasional. Oleh beberapa penstudi hubungan internasional, kata sifat internasional memberikan makna bahwa negara merupakan aktor utama di dalam hubungan internasional. Sehingga, terminologi politik global (global politic) atau politik dunia (world politik) merupakan istilah yang kian populer di dalam berbagai literatur hubungan internasional. Di dalam politik dunia, negara tidak menjadi satu-satunya aktor yang berinteraksi tetapi terdapat juga aktor non negara yang juga turut berinteraksi. Aktor non negara tersebut dapat berupa Organisasi Internasional, NGO, MNC, terorisme, dan bahkan individu sekalipun.
Diplomasi Pro Aktif
            Paus Fransiskus merupakan salah satu figur agamawan yang mencuri atensi publik di dalam dinamika hubungan internasional semenjak menjadi Paus pada Maret 2013. Sebagai seorang kepala negara Vatikan dan sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik serta pemimpin 1,2 miliar penganut Katolik di seluruh dunia, Paus Fransiskus menjalankan  “diplomasi pro aktif”. Secara kerangka pemikiran di dalam hubungan internasional, tindakan diplomasi Paus Fransiskus dapat dipahami melalui paradigma (image) konstruktifis. Pandangan ini tertarik terhadap ide, nilai, norma, dan identitas yang berlaku di dalam memahami interaksi antara struktur dan agen di dalam hubungan internasional. Ide, nilai, dan norma tidak hanya dapat dikonstruksikan oleh negara tetapi juga oleh aktor non negara, termasuk individu. Di dalam era kontemporer negara bukan lagi menjadi aktor yang seperti kotak hitam (black box) karena di dalamnya terdapat aktor-aktor dan institusi yang saling berinteraksi satu sama lain serta dengan adanya aktor yang berasal dari luar suatu negara yang membentuk jaringan (network) baik yang bersifat transnasional, regional, dan global. Kahler menyebut hal ini sebagai networked politics (2009).
            Sebagai pemimpin Gereja Katolik tentu ide, nilai, dan norma Paus Fransiskus tidak terlepas dari semangat-semangat Kristianitas di dalam melakukan diplomasi. Secara general, dapat dikatakan bahwa diplomasi yang dilakukan oleh Paus merujuk pada the option to the poor atau kepada orang-orang yang termarjinalkan dari akses power (baca pendidikan, kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan). Misalnya, dalam kunjungannnya ke Meksiko, Paus mengadakan misa di salah satu kota termiskin dan berbahaya di Meksiko yakni di Ecatepec pada hari Minggu, 14 Februari 2016. Adapun dua tema utama yang dibahas dalam kunjungan ini terkait dengan narkoba dan nasib kaum migran (Kompas Cetak 16/2). Sebelumnya, pada Jumat, 12 Februari 2016, Paus juga bertemu dengan pemimpin Gereja ortodoks Rusia Patriakh Krill I di Havana Kuba. Kunjungan bersejarah  ini merupakan kunjungan yang mempunyai arti penting dalam membangun relasi yang lebih baik antara Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks. Atau dalam istilah St.Yohanes Paulus Ke II, “Gereja harus bernafas dengan kedua paru-parunya”  yang menunjukkan semangatnya dalam membangun hubungan dengan Kekristenan Timur (Zolotov Jr, 2016).
            Selain itu, Paus juga menunjukkan dukungannya kepada Palestina agar diakui sebagai negara baik secara de facto  dan de jure oleh negara-negara dunia. Bahkan Paus menyebut Presiden Palestina Mahmud Abbas sebagai malaikat perdamaian. Kemudian, Paus melakukan kanonisasi dua biarawati Palestina, yaitu Suster Mariam Bawardy dan Marie-Alphonsine Danil Ghattas. Diplomasi pro aktif Paus Fransiskus yang paling fenomenal adalah ketika ia berhasil melakukan normalisasi hubungan Amerika Serikat dan Kuba yang terputus selama 50 tahun. Keberhasilan ini membuat Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Kuba Raul Castro memberikan ucapan terima kasih kepada Paus Fransiskus.
Era Multipolar       
            Sistem internasional saat ini dapat dipahami sebagai sistem yang multipolar. Secara sederhana, sistem mulitpolar dapat dipahami sebagai sistem yang di dalamnya terdapat banyak kekuatan besar (great power). Sistem multipolar seperti saat ini merupakan sistem yang pernah ada pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 ketika Eropa memiliki lebih dari satu negara kuat (Acharya, 2014:107). Kritik terbesar dari sistem ini adalah ketidakstabilan di dalam sistem ini karena adanya rivalitas di antara great power sehingga konflik yang berujung pada perang antar negara merupakan suatu hal yang mungkin saja terjadi. Apalagi dalam fenomena kontemporer, ancaman terhadap negara, tidak hanya ancaman militeristik dari negara lain tetapi juga berasal dari aktor non negara misalnya seperti kalangan radikal dan teroris yang disebut sebagai illicit authority.
            Menghadapi fenomena di atas maka diplomasi pro aktif  Paus Fransiskus merupakan suatu hal yang penting. Sosok Paus yang dapat diterima oleh semua pihak menjadikannya sebagai pemimpin dan agen perdamaian yang mempunyai dampak besar. Paus menjalankan diplomasi yang menjamah semua kepentingan tanpa membeda-bedakan suku, ras, dan agama. Sosok Paus Fransiskus yang inklusif dapat dicermati melalui ensikliknya yang berjudul Laudato Si yang dikeluarkan pada 18 Juni 2015. Di dalam ensiklik ini, Paus menyapa dan berdialog dengan semua pihak tanpa terkecuali terkait permasalahan ekologis. Ada satu hal yang menarik di dalam ensiklik ini yakni istilah saling berhubungan (interconnected) yang beberapa  kali muncul di dalam ensiklik ini. Semangat saling berhubungan inilah yang harus kita bangun tanpa memandang sekat-sekat suku, ras, dan agama. Apalagi kita hidup di dalam era yang oleh kalangan kosmopolitan disebut sebagai era neomediavalisme dimana loyalitas manusia berbentuk jamak (Linklater, 2014: 506-507). Kita juga diajak dalam istilah Paus Fransiskus “membangun jembatan” sehingga jarak antara yang satu dengan yang lain terlebih dengan kaum-kaum yang termarjinalkan semakin dekat.
Mungkin perkataan Paus Fransiskus dalam kunjungannya ke Amerika Serikat  dapat menjadi refleksi kita bersama, “Division of hearts doesn’t overcome any difficulty. Only love is capable of overcoming difficulties. Love is a festival. Love is joy. Love is to keep moving forward.” Semoga kita semua dapat membangun cinta di dunia ini agar wajah dunia semakin lebih baik. #SaveTheWorld.
#AllisFine

No comments:

Post a Comment