Oleh
Paskalis Alfinos Toda
Di
dalam hubungan internasional, politik internasional tidak sebatas di pahami
sebagai politik antar negara di dalam arena internasional. Oleh beberapa
penstudi hubungan internasional, kata sifat internasional memberikan makna
bahwa negara merupakan aktor utama di dalam hubungan internasional. Sehingga,
terminologi politik global (global
politic) atau politik dunia (world
politik) merupakan istilah yang kian populer di dalam berbagai literatur
hubungan internasional. Di dalam politik dunia, negara tidak menjadi satu-satunya
aktor yang berinteraksi tetapi terdapat juga aktor non negara yang juga turut
berinteraksi. Aktor non negara tersebut dapat berupa Organisasi Internasional,
NGO, MNC, terorisme, dan bahkan individu sekalipun.
Diplomasi
Pro Aktif
Paus
Fransiskus merupakan salah satu figur agamawan yang mencuri atensi publik di
dalam dinamika hubungan internasional semenjak menjadi Paus pada Maret 2013. Sebagai
seorang kepala negara Vatikan dan sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik
serta pemimpin 1,2 miliar penganut Katolik di seluruh dunia, Paus Fransiskus
menjalankan “diplomasi pro aktif”. Secara
kerangka pemikiran di dalam hubungan internasional, tindakan diplomasi Paus
Fransiskus dapat dipahami melalui paradigma (image)
konstruktifis. Pandangan ini tertarik terhadap ide, nilai, norma, dan identitas
yang berlaku di dalam memahami interaksi antara struktur dan agen di dalam hubungan
internasional. Ide, nilai, dan norma tidak hanya dapat dikonstruksikan oleh
negara tetapi juga oleh aktor non negara, termasuk individu. Di dalam era
kontemporer negara bukan lagi menjadi aktor yang seperti kotak hitam (black box) karena di dalamnya terdapat
aktor-aktor dan institusi yang saling berinteraksi satu sama lain serta dengan
adanya aktor yang berasal dari luar suatu negara yang membentuk jaringan (network) baik yang bersifat
transnasional, regional, dan global. Kahler menyebut hal ini sebagai networked politics (2009).
Sebagai
pemimpin Gereja Katolik tentu ide, nilai, dan norma Paus Fransiskus tidak
terlepas dari semangat-semangat Kristianitas di dalam melakukan diplomasi.
Secara general, dapat dikatakan bahwa diplomasi yang dilakukan oleh Paus
merujuk pada the option to the poor
atau kepada orang-orang yang termarjinalkan dari akses power (baca pendidikan,
kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan). Misalnya, dalam kunjungannnya ke
Meksiko, Paus mengadakan misa di salah satu kota termiskin dan berbahaya di
Meksiko yakni di Ecatepec pada hari Minggu, 14 Februari 2016. Adapun dua tema
utama yang dibahas dalam kunjungan ini terkait dengan narkoba dan nasib kaum
migran (Kompas Cetak 16/2). Sebelumnya, pada Jumat, 12 Februari 2016, Paus juga
bertemu dengan pemimpin Gereja ortodoks Rusia Patriakh Krill I di Havana Kuba.
Kunjungan bersejarah ini merupakan
kunjungan yang mempunyai arti penting dalam membangun relasi yang lebih baik
antara Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks. Atau dalam istilah St.Yohanes Paulus
Ke II, “Gereja harus bernafas dengan kedua paru-parunya” yang menunjukkan semangatnya dalam membangun
hubungan dengan Kekristenan Timur (Zolotov Jr, 2016).
Selain
itu, Paus juga menunjukkan dukungannya kepada Palestina agar diakui sebagai
negara baik secara de facto dan de
jure oleh negara-negara dunia. Bahkan Paus menyebut Presiden Palestina
Mahmud Abbas sebagai malaikat perdamaian. Kemudian, Paus melakukan kanonisasi dua biarawati
Palestina, yaitu Suster Mariam Bawardy dan Marie-Alphonsine Danil Ghattas. Diplomasi pro
aktif Paus Fransiskus yang paling fenomenal adalah ketika ia berhasil melakukan
normalisasi hubungan Amerika Serikat dan Kuba yang terputus selama 50 tahun.
Keberhasilan ini membuat Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden
Kuba Raul Castro memberikan ucapan terima kasih kepada Paus Fransiskus.
Era Multipolar
Sistem internasional saat ini
dapat dipahami sebagai sistem yang multipolar. Secara sederhana, sistem
mulitpolar dapat dipahami sebagai sistem yang di dalamnya terdapat banyak
kekuatan besar (great power). Sistem
multipolar seperti saat ini merupakan sistem yang pernah ada pada abad ke-19
dan awal abad ke-20 ketika Eropa memiliki lebih dari satu negara kuat (Acharya,
2014:107). Kritik terbesar dari sistem ini adalah ketidakstabilan di dalam
sistem ini karena adanya rivalitas di antara great power sehingga konflik yang berujung pada perang antar negara
merupakan suatu hal yang mungkin saja terjadi. Apalagi dalam fenomena
kontemporer, ancaman terhadap negara, tidak hanya ancaman militeristik dari
negara lain tetapi juga berasal dari aktor non negara misalnya seperti kalangan
radikal dan teroris yang disebut sebagai illicit
authority.
Menghadapi
fenomena di atas maka diplomasi pro aktif
Paus Fransiskus merupakan suatu hal yang penting. Sosok Paus yang dapat
diterima oleh semua pihak menjadikannya sebagai pemimpin dan agen perdamaian
yang mempunyai dampak besar. Paus menjalankan diplomasi yang menjamah semua
kepentingan tanpa membeda-bedakan suku, ras, dan agama. Sosok Paus Fransiskus yang
inklusif dapat dicermati melalui ensikliknya yang berjudul Laudato Si yang dikeluarkan pada 18 Juni 2015. Di dalam ensiklik
ini, Paus menyapa dan berdialog dengan semua pihak tanpa terkecuali terkait
permasalahan ekologis. Ada satu hal yang menarik di dalam ensiklik ini yakni
istilah saling berhubungan (interconnected) yang beberapa
kali muncul di dalam ensiklik ini. Semangat saling berhubungan inilah
yang harus kita bangun tanpa memandang sekat-sekat suku, ras, dan agama.
Apalagi kita hidup di dalam era yang oleh kalangan kosmopolitan disebut sebagai
era neomediavalisme dimana loyalitas manusia berbentuk jamak (Linklater, 2014:
506-507). Kita juga diajak dalam istilah Paus Fransiskus “membangun jembatan”
sehingga jarak antara yang satu dengan yang lain terlebih dengan kaum-kaum yang
termarjinalkan semakin dekat.
Mungkin perkataan Paus Fransiskus dalam
kunjungannya ke Amerika Serikat dapat
menjadi refleksi kita bersama, “Division of hearts doesn’t overcome any difficulty. Only
love is capable of overcoming difficulties. Love is a festival. Love is
joy. Love is to keep moving forward.” Semoga kita semua dapat membangun cinta di dunia
ini agar wajah dunia semakin lebih baik. #SaveTheWorld.
#AllisFine
No comments:
Post a Comment