Review

Tuesday, March 29, 2016

“TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL DAN INTEGRASI EROPA”




Pollack, M.A. (2001) ‘International Relation Theory and Europen Integration’. Journal of Comon Market Studies, Vol. 39, No. 2, pp.221-244.

Intisari Tulisan Pollack
Uni Eropa adalah sebuah organisasi antar negara yang berada di kawasan Eropa. Eksistensi Uni Eropa menjadi perhatian khusus dalam perkembangan konstelasi hubungan internasional. Hal ini mengakibatkan banyak teoritisi hubungan internasional mencoba memahami lebih dalam lagi tentang integrasi Eropa ke dalam Uni Eropa. Dalam jurnal yang berjudul International Relation Theory and European Integration, Mark A. Pollack  membandingkan pendekatan rasionalis (realis dan liberalis) sebagai pendekatan yang mendominasi dalam mempelajari integrasi Eropa dengan pendekatan konstruktivis yang menjadi rival utama pendekatan rasionalis meskipun kurang dikembangkan dalam mempelajari integrasi Eropa.
Pada awal pembentukan Uni Eropa, teoritisi hubungan internasional mencoba untuk memahami perkembangan integrasi Eropa sebagai sebuah organisasi antar negara intra kawasan Eropa dengan menggunakan pendekatan neofungsionalis dan intergovermentalis. Tetapi, kedua pendekatan ini sangat terbatas dalam menganalisa integrasi Eropa ke dalam Uni Eropa sebagai organisasi supranasional serta memiliki dampak yang kecil terhadap  ilmu hubungan internasional yang luas. Pada perkembangannya pada tahun 1980-an dan 1990-an, para teoritisi hubungan internasional mencoba untuk  menggunakan teori dan pendekatan yang lebih general untuk mempelajari Uni Eropa. Pendekatan tersebut antara lain realis dan liberalis yang dikenal sebagai pendekatan rasionalis (positifis) dan pendekatan konstruktivis (pospositifis).
Pertama pendekatan realis. Kehadiran Uni Eropa secara umum mendasari fenomena penyaluran power material (militer) dalam sistem internasional. Teoritisi neo realis, Kenneth Waltz dalam Pollack mengatakan bahwa kemajuan integrasi Eropa adalah karena munculnya Amerika Serikat Serikat sebagai penjamin keamanan Eropa Barat pasca Perang Dunia II. Sejalan dengan hal ini, menurut John Mearsheimer dalam Pollack kolapsnya Uni Soviet dan kemudian mengembalikan sistem internasional multi polar akan meningkatkan perhatian terhadap keamanan (security) di antara anggota Uni Eropa. Dengan adanya Uni Eropa, negara kecil dan negara lemah di Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa dapat mengambil keuntungan melalui Uni Eropa sebagai suatu institusi internasional. Negara kecil dihadapkan dengan persoalan bagaimana menyeimbangkan negara tetangga yang mempunyai power (militer) yang besar. Negara kecil dapat mengikat negara besar ke dalam aturan institusi Uni Eropa sehingga negara kecil mempunyai kesetaraan suara dengan negara-negara besar yang ada dalam Uni Eropa dengan membangun norma-norma dan aturan yang dapat dipatuhi bersama.
Kedua pendekatan Liberal. Pendekatan ini mencoba untuk memahami bagaimana prospek  terjadinya kerja sama internasional dan institusi internasional di dalam sistem internasional yang anarki. Liberalis beranggapan bahwa perdamaian dapat dipelihara pasca perang dingin karena kebangkitan pemerintahan-pemerintahan yang demokratis dalam negara-negara yang tergabung ke dalam Uni Eropa. Hal ini disebut juga sebagai democratic peace. Selain itu, liberalis barangapan bahwa  saling ketergantungan di antara negara-negara Eropa membuat perang menjadi suatu hal yang tidak menguntungkan bagi negara-negara anggota Uni Eropa.
Ketiga pendekatan konstruktivis. Pendekatan ini beranggapan bahwa institusi  adalah keadaan yang terdapat pada kehidupan sosial secara umumnya dan dalam hubungan internasional secara khususnya. Teoritisi konstruktivis beranggapan bahwa institusi tidak hanya terkait dengan apakah institusi tersebut bersifat formal ataupun informal tetapi menurut mereka institusi lebih luas pengertiannya dari hal di atas karena terkait juga dengan  bagaimana aktor negara  memahami aturan-aturan formal dan memahami identitas mereka masing-masing dengan baik. Konstrukvis berangapan bahwa keberadaan dari suatu fenomena yang pasti (ontologi) seperti identitas atau pilihan untuk berubah sebagai titik awal untuk menganalisa. Institusi Uni Eropa tidak hanya membentuk perilaku negara-negara yang tergabung ke dalam Uni Eropa tetapi juga  menjadi pilihan dan identitas individual dan identitas negara-negara anggota Uni Eropa.
Membandingkan Tulisan Pollack
Power menjadi suatu hal yang sangat penting dalam pendekatan realis. Pollack mengatakan bahwa, “with its emphasis on material power and the resilience of the state, provided the theoretical underpinning of the intergovernmentalist critiques of neofunctionalism in the 1960s and 1970s.”[i] Meningkatnya power material (militer)  antar negara membuat kritik terhadap pemikiran integovermentalis dan neofungsionalis yang mendominasi dalam memahami proses integrasi Uni Eropa. Menurut pandangan neorealis mengapa negara-negara berkompetensi untuk power karena pertama negara yang mempunyai power yang besar adalah aktor utama dalam politik dunia dan menjalankannya dalam sistem yang anarki. Kedua, setiap negara memiliki beberapa kemampuan militer ofensif. Ketiga, maksud suatu negara tidak pernah pasti ke negara yang lain. Keempat, tujuan utama dari suatu negara adalah survival (keberlangsungan hidup suatu negara). Kelima, negara adalah aktor rasional yang mengatakan bahwa negara mampu memperbesar prospek mereka akan survival.[ii]
Democratic peace yang diartikan Pollack sebagai bangkitnya demokrasi dan interdepedensi pada negara-negara Uni Eropa membuat perang tidak menguntungkan bagi negara-negara anggota Uni Eropa.[iii] Sejalan dengan hal ini menurut  Kant dalam Russet,  pemerintahan yang demokratis, ketergantungan ekonomi, hukum internasional, dan organisasi dapat mengatasi security dilemma dalam sistem internasional.[iv] Secara khusus, menurut pendekatan Liberal Kantian, demokrasi, ketergantungan ekonomi, dan institusi regional menjadi kunci dalam perdamian.[v]
Namun Bergsten dalam Saez mengatakan, “Regional hegemony in this setting, coresponds to a classic definition of hegemony as a situation ‘in which one state is able and willing to determine and maintain the essential rules by which relations among states are governed.”[vi] Dalam kaitan dengan hal ini menurut Saez, pembagian yang sama dari keuntungan kerjasama antar negara tidak memperbesar stabilitas karena strategi stabilitas hanya dapat terjadi jika hegemon menerima pembagian keuntungan dari kerja sama tersebut.[vii] Meskipun demikian Saez juga mengatakan bahwa negara hegemoni juga membawa kestabilan dalam regim perdagangan internasional. Krasner mengatakan bahwa negara berusaha untuk memperbesar tujuan nasionalnya melalui ekonomi. Menurut Saez, hal ini membuktikan bahwa hegemon menjadi pemimpin untuk sistem perdagangan yang lebih terbuka.[viii]
Sejalan dengan Pollack mengenai interdepedensi negara-negara Uni Eropa, Sterling dan Folker mengatakan, “Neoliberalisme argues that international cooperation is possible and most readly achievable, with the creation and maintence of international institution.”[ix] Dengan adanya Uni Eropa, kerja sama internasional dapat tercapai setidaknya untuk negara-negara anggota Uni Eropa sehingga perdamaian di tengah sistem internasional yang anarki dapat tercapai.
Kesamaan yang paling mencolok antara Pollack dengan beberapa teoritisi hubungan internasional di atas, menurut mereka bahwa dalam memahami integrasi Eropa ke dalam institusi Uni Eropa, pendekatan rasionalis menjadi pendekatan yang mendominasi dan lebih dapat digunakan dalam menganalisa Uni Eropa. Sedangkan pendekatan konstruktivis adalah pendekatan yang kurang dikembangkan dalam menganalisa integrasi Eropa.[x]
Kerjasama dalam Institusi Regional dalam Sistem Internasional yang anarki? : Kritik Terhadap Tulisan Pollcak
Pollack mencoba untuk memahami integrasi Uni Eropa melalui dua pendekatan realis dan liberalisme (rasionalis atau positifis) serta konstruktivis  (posrasionalis atau pospositifis). Dalam jurnal yang ditulisnya ini, Pollack mencoba untuk menguji, pendekatan manakah yang lebih relevan terkait dengan proses integrasi Eropa ke dalam institusi regional antar negara Uni Eropa. Pollack menggunakan metode komparatis untuk menemukan jawaban dimana letak kelemahan pada masing-masing pendekatan, meskipun pada akhirnya Pollack menyimpulkan bahwa pendekatan rasional adalah pendekatan yang paling dapat bisa digunakan untuk mengeneralisasi mengenai integrasi Eropa. Di lain sisi,  menurut Pollack, meskipun kurang dapat menjelaskan proses integrasi Eropa, pendekatan konstruktivis menjadi pendekatan rival dalam memahami integrasi Eropa.[xi]
Dalam tulisannya ini, Pollack memberikan porsi yang lebih terkait dengan pendekatan liberal. Pollack memberikan pemahaman kepada pembaca akan proses integrasi Eropa ke dalam Uni Eropa melalui kacamata pendekatan neoliberalis atau liberalis intitusional. Menurut Pollack integrasi ada dua hal yang mempengarui integrasi Uni Eropa, jaminan keamanan Eropa Barat oleh Amerika Serikat Serikat pasca Perang Dunia ke II dan kolapsnya Uni Soviet sehingga berakhirnya sistem internasional bipolar. Namun, Pollack tidak jauh membahas pengaruh Amerika Serikat Serikat sebagai sebuah negara hegemon yang mempunyai dampak yang besar terhadap integrasi Uni Eropa.
 Sedangkan, menurut Russet sebagai negara hegemoni Amerika Serikat  dapat memberikan dampak polemik yakni  sebagai beban, keuntungan, dan godaan untuk mendominasi.[xii] Selain itu, menurut Russet Eropa belum mampu bertindak sebagai aktor tunggal dalam kebijakan luar negeri karena besarnya celah antara power yang dimiliki oleh Amerika Serikat dan Eropa hal disebabkan karena apabila tidak terdapat pemimpin yang kuat (strong leader) maka konsekuensinya adalah akan terjadi pemisahan kepentingan.[xiii]
Terlepas dari hal di atas, ada beberapa hal yang menjadi kekurangan Pollack dalam mengambil kesimpulan. Hal ini terkait dengan data-data statistik Pollack yang kurang digunakan dalam mengulas tulisannya. Misalnya terkait dengan Democratic Peace dan interdependensi ekonomi di Uni Eropa, Pollack tidak mempunyai data terkait dengan berapa jumlah negara-negara Uni Eropa yang demokratis? Negara mana yang mempunyai kekuatan ekonomi atau militer terbesar di Eropa? Ataukah sejauhmana perkembangan pertumbuhan organisasi-organisasi antar negara di Eropa selain Uni Eropa yang turut mempengaruhi dinamika hubungan internasional di Eropa?
Selain itu, terkait dengan analisa liberalis institusional oleh Pollack terkait dengan interdepedensi ekonomi yang akan berimplikasi akan tercapainya perdamian tidak bisa digunakan untuk mengeneralisasi terkait dengan kawasan-kawasan lain dalam konteks studi hubungan internasional.  Misalnya seperti kawasan Timur Tengah yang mempunyai dinamika hubungan internasional yang berbeda sehingga sering terjadi konflik antar negara di kawasan tersebut ataupun seperti kawasan Asia Tenggara yang mempunyai institusi ASEAN.[xiv]  Hal ini juga disebabkan karena tidak semua regional di berbagai belahan dunia ini menggunakan demokrasi sebagai sebuah sistem bernegara sehingga idealisme democratic peace yang ingin dicapai oleh  pendekatan neoliberalis cenderung tidak dapat termanifestasi ditengah sistem internasional yang anarki.
Kesimpulan
            Tulisan Pollack dapat menjadi acuan dalam memahami dinamika integrasi Eropa ke dalam institusi antar negara Uni Eropa. Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, Pollack telah membandingkan dua pendekatan (rasionalis dan konstruktivis) dalam memahami suatu fenomena hubungan internasional dalam hal ini integrasi Uni Eropa. Hal ini menjadi penting bagi setiap penstudi hubungan internasional agar dapat menggali berbagai persoalan hubungan internasional tidak semata melalui satu sudut pendekatan tetapi harus dilakukan studi komparatif seperti yang dilakukan oleh Pollack. Hal ini dalam tatanan afektif, dapat membantu penstudi hubungan internasional dalam mengahargai berbagai perdebatan intelektualis yang terkait dengan dinimika hubungan internasional.
Catatan Belakang


[i] Pollack, M. A. (2001) ‘International Relation Theory and Europen Integration’. Journal of Common Market Studies, Vol. 39, No. 2. Hal. 222.
[ii]John J. Mearshimer (2010) ‘Structural Realism’ dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, New York: Oxford. Hal. 79-80.
[iii]  Pollack, Op. Cit. Hal. 225.
[iv] Russett dalam Tim Hal. 96
[v] Ibid. Hal. 99.
[vi] Saez, Lawrance (2008) ‘Trade and Conflict Reduction: Implication for Regional Strategic Stability’. Political Studies Association, Vol. Hal. 698.
[vii] Ibid.
[viii] Ibid. Hal. 701.
[ix] Jennifer Sterling dan Folker. (2010) ‘Neoliberalism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, New York: Oxford. Hal. 132.
[x] Pollack, Op. Cit. Hal. 222.
[xi] Ibid. Hal. 237-238.
[xii]Bruce Russett. (2010) ‘Liberalism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, New York: Oxford. Hal. 112.
[xiii] Ibid.
[xiv] Perbadaan antara Uni Eropa dan ASEAN adalah Uni Eropa telah terintegrasi secara moneter misalnya terkait dengan mata uang Euro dan telah adanya sistem Bank Eropa sedangkan institusi ASEAN belum mencapai integrasi ekonomi secara penuh.



DAFTAR PUSTAKA

Jennifer Sterling dan Folker. (2010) ‘Neoliberalism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, New York: Oxford.
Mearshimer, John J. (2010) ‘Structural Realism’ dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, New York: Oxford.
Pollack, M.A. (2001) ‘International Relation Theory and Europen Integration’. Journal of Common Market Studies, Vol. 39, No. 2, pp.221-244.
Russett, Bruce. (2010) ‘Liberalism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, New York: Oxford.
Saez, Lawrence. (2008) ‘Trade and Conflict Reduction: Implication for Regional Strategic Stability’. Political Studies Association, Vol. 10, pp. 698-716.



No comments:

Post a Comment