Pollack, M.A. (2001)
‘International Relation Theory and Europen Integration’. Journal of Comon
Market Studies, Vol. 39, No. 2, pp.221-244.
Intisari Tulisan
Pollack
Uni Eropa adalah sebuah organisasi antar
negara yang berada di kawasan Eropa. Eksistensi Uni Eropa menjadi perhatian
khusus dalam perkembangan konstelasi hubungan internasional. Hal ini
mengakibatkan banyak teoritisi hubungan internasional mencoba memahami lebih
dalam lagi tentang integrasi Eropa ke dalam Uni Eropa. Dalam jurnal yang berjudul International Relation Theory and European
Integration, Mark A. Pollack membandingkan
pendekatan rasionalis (realis dan liberalis) sebagai pendekatan yang
mendominasi dalam mempelajari integrasi Eropa dengan pendekatan konstruktivis
yang menjadi rival utama pendekatan rasionalis meskipun kurang dikembangkan
dalam mempelajari integrasi Eropa.
Pada awal pembentukan Uni Eropa,
teoritisi hubungan internasional mencoba untuk memahami perkembangan integrasi Eropa
sebagai sebuah organisasi antar negara intra kawasan Eropa dengan menggunakan
pendekatan neofungsionalis dan intergovermentalis. Tetapi, kedua pendekatan ini
sangat terbatas dalam menganalisa integrasi Eropa ke dalam Uni Eropa sebagai
organisasi supranasional serta memiliki dampak yang kecil terhadap ilmu hubungan internasional yang luas. Pada
perkembangannya pada tahun 1980-an dan 1990-an, para teoritisi hubungan
internasional mencoba untuk menggunakan
teori dan pendekatan yang lebih general untuk mempelajari Uni Eropa. Pendekatan
tersebut antara lain realis dan liberalis yang dikenal sebagai pendekatan
rasionalis (positifis) dan pendekatan konstruktivis (pospositifis).
Pertama pendekatan realis. Kehadiran Uni
Eropa secara umum mendasari fenomena penyaluran power material (militer) dalam
sistem internasional. Teoritisi neo realis, Kenneth Waltz dalam Pollack mengatakan
bahwa kemajuan integrasi Eropa adalah karena munculnya Amerika Serikat Serikat
sebagai penjamin keamanan Eropa Barat pasca Perang Dunia II. Sejalan dengan hal
ini, menurut John Mearsheimer dalam Pollack kolapsnya Uni Soviet dan kemudian
mengembalikan sistem internasional multi polar akan meningkatkan perhatian
terhadap keamanan (security) di
antara anggota Uni Eropa. Dengan adanya Uni Eropa, negara kecil dan negara
lemah di Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa dapat mengambil keuntungan
melalui Uni Eropa sebagai suatu institusi internasional. Negara kecil
dihadapkan dengan persoalan bagaimana menyeimbangkan negara tetangga yang
mempunyai power (militer) yang besar. Negara kecil dapat mengikat negara besar ke
dalam aturan institusi Uni Eropa sehingga negara kecil mempunyai kesetaraan
suara dengan negara-negara besar yang ada dalam Uni Eropa dengan membangun
norma-norma dan aturan yang dapat dipatuhi bersama.
Kedua pendekatan Liberal. Pendekatan ini
mencoba untuk memahami bagaimana prospek
terjadinya kerja sama internasional dan institusi internasional di dalam
sistem internasional yang anarki. Liberalis beranggapan bahwa perdamaian dapat
dipelihara pasca perang dingin karena kebangkitan pemerintahan-pemerintahan
yang demokratis dalam negara-negara yang tergabung ke dalam Uni Eropa. Hal ini
disebut juga sebagai democratic peace.
Selain itu, liberalis barangapan bahwa saling ketergantungan di antara negara-negara
Eropa membuat perang menjadi suatu hal yang tidak menguntungkan bagi
negara-negara anggota Uni Eropa.
Ketiga pendekatan konstruktivis.
Pendekatan ini beranggapan bahwa institusi
adalah keadaan yang terdapat pada kehidupan sosial secara umumnya dan
dalam hubungan internasional secara khususnya. Teoritisi konstruktivis beranggapan
bahwa institusi tidak hanya terkait dengan apakah institusi tersebut bersifat formal
ataupun informal tetapi menurut mereka institusi lebih luas pengertiannya dari
hal di atas karena terkait juga dengan
bagaimana aktor negara memahami
aturan-aturan formal dan memahami identitas mereka masing-masing dengan baik. Konstrukvis
berangapan bahwa keberadaan dari suatu fenomena yang pasti (ontologi) seperti
identitas atau pilihan untuk berubah sebagai titik awal untuk menganalisa.
Institusi Uni Eropa tidak hanya membentuk perilaku negara-negara yang tergabung
ke dalam Uni Eropa tetapi juga menjadi
pilihan dan identitas individual dan identitas negara-negara anggota Uni Eropa.
Membandingkan
Tulisan Pollack
Power menjadi suatu hal yang sangat
penting dalam pendekatan realis. Pollack mengatakan bahwa, “with its emphasis on material power and the resilience of the state,
provided the theoretical underpinning of the intergovernmentalist critiques of
neofunctionalism in the 1960s and 1970s.”[i] Meningkatnya power
material (militer) antar negara membuat
kritik terhadap pemikiran integovermentalis dan neofungsionalis yang
mendominasi dalam memahami proses integrasi Uni Eropa. Menurut pandangan neorealis
mengapa negara-negara berkompetensi untuk power karena pertama negara yang
mempunyai power yang besar adalah aktor utama dalam politik dunia dan
menjalankannya dalam sistem yang anarki. Kedua, setiap negara memiliki beberapa
kemampuan militer ofensif. Ketiga, maksud suatu negara tidak pernah pasti ke
negara yang lain. Keempat, tujuan utama dari suatu negara adalah survival
(keberlangsungan hidup suatu negara). Kelima, negara adalah aktor rasional yang
mengatakan bahwa negara mampu memperbesar prospek mereka akan survival.[ii]
Democratic
peace yang diartikan Pollack sebagai
bangkitnya demokrasi dan interdepedensi pada negara-negara Uni Eropa membuat
perang tidak menguntungkan bagi negara-negara anggota Uni Eropa.[iii]
Sejalan dengan hal ini menurut Kant
dalam Russet, pemerintahan yang
demokratis, ketergantungan ekonomi, hukum internasional, dan organisasi dapat
mengatasi security dilemma dalam
sistem internasional.[iv]
Secara khusus, menurut pendekatan Liberal Kantian, demokrasi, ketergantungan
ekonomi, dan institusi regional menjadi kunci dalam perdamian.[v]
Namun Bergsten dalam Saez mengatakan, “Regional hegemony in this setting, coresponds to a classic definition
of hegemony as a situation ‘in which one state is able and willing to determine
and maintain the essential rules by which relations among states are governed.”[vi] Dalam kaitan
dengan hal ini menurut Saez, pembagian yang sama dari keuntungan kerjasama
antar negara tidak memperbesar stabilitas karena strategi stabilitas hanya
dapat terjadi jika hegemon menerima pembagian keuntungan dari kerja sama
tersebut.[vii]
Meskipun demikian Saez juga mengatakan bahwa negara hegemoni juga membawa
kestabilan dalam regim perdagangan internasional. Krasner mengatakan bahwa
negara berusaha untuk memperbesar tujuan nasionalnya melalui ekonomi. Menurut
Saez, hal ini membuktikan bahwa hegemon menjadi pemimpin untuk sistem
perdagangan yang lebih terbuka.[viii]
Sejalan dengan Pollack mengenai
interdepedensi negara-negara Uni Eropa, Sterling dan Folker mengatakan, “Neoliberalisme argues that international
cooperation is possible and most readly achievable, with the creation and
maintence of international institution.”[ix] Dengan adanya Uni
Eropa, kerja sama internasional dapat tercapai setidaknya untuk negara-negara
anggota Uni Eropa sehingga perdamaian di tengah sistem internasional yang
anarki dapat tercapai.
Kesamaan yang paling mencolok antara
Pollack dengan beberapa teoritisi hubungan internasional di atas, menurut
mereka bahwa dalam memahami integrasi Eropa ke dalam institusi Uni Eropa, pendekatan
rasionalis menjadi pendekatan yang mendominasi dan lebih dapat digunakan dalam
menganalisa Uni Eropa. Sedangkan pendekatan konstruktivis adalah pendekatan
yang kurang dikembangkan dalam menganalisa integrasi Eropa.[x]
Kerjasama dalam Institusi Regional dalam
Sistem Internasional yang anarki? : Kritik Terhadap Tulisan Pollcak
Pollack mencoba untuk memahami integrasi
Uni Eropa melalui dua pendekatan realis dan liberalisme (rasionalis atau
positifis) serta konstruktivis (posrasionalis atau pospositifis). Dalam
jurnal yang ditulisnya ini, Pollack mencoba untuk menguji, pendekatan manakah
yang lebih relevan terkait dengan proses integrasi Eropa ke dalam institusi
regional antar negara Uni Eropa. Pollack menggunakan metode komparatis untuk
menemukan jawaban dimana letak kelemahan pada masing-masing pendekatan,
meskipun pada akhirnya Pollack menyimpulkan bahwa pendekatan rasional adalah
pendekatan yang paling dapat bisa digunakan untuk mengeneralisasi mengenai
integrasi Eropa. Di lain sisi, menurut
Pollack, meskipun kurang dapat menjelaskan proses integrasi Eropa, pendekatan konstruktivis
menjadi pendekatan rival dalam memahami integrasi Eropa.[xi]
Dalam tulisannya ini, Pollack memberikan
porsi yang lebih terkait dengan pendekatan liberal. Pollack memberikan pemahaman
kepada pembaca akan proses integrasi Eropa ke dalam Uni Eropa melalui kacamata
pendekatan neoliberalis atau liberalis intitusional. Menurut Pollack integrasi
ada dua hal yang mempengarui integrasi Uni Eropa, jaminan keamanan Eropa Barat
oleh Amerika Serikat Serikat pasca Perang Dunia ke II dan kolapsnya Uni Soviet
sehingga berakhirnya sistem internasional bipolar. Namun, Pollack tidak jauh
membahas pengaruh Amerika Serikat Serikat sebagai sebuah negara hegemon yang
mempunyai dampak yang besar terhadap integrasi Uni Eropa.
Sedangkan, menurut Russet sebagai negara
hegemoni Amerika Serikat dapat
memberikan dampak polemik yakni sebagai
beban, keuntungan, dan godaan untuk mendominasi.[xii]
Selain itu, menurut Russet Eropa belum mampu bertindak sebagai aktor tunggal
dalam kebijakan luar negeri karena besarnya celah antara power yang dimiliki
oleh Amerika Serikat dan Eropa hal disebabkan karena apabila tidak terdapat
pemimpin yang kuat (strong leader)
maka konsekuensinya adalah akan terjadi pemisahan kepentingan.[xiii]
Terlepas dari hal di atas, ada beberapa
hal yang menjadi kekurangan Pollack dalam mengambil kesimpulan. Hal ini terkait
dengan data-data statistik Pollack yang kurang digunakan dalam mengulas
tulisannya. Misalnya terkait dengan Democratic
Peace dan interdependensi ekonomi di Uni Eropa, Pollack tidak mempunyai
data terkait dengan berapa jumlah negara-negara Uni Eropa yang demokratis?
Negara mana yang mempunyai kekuatan ekonomi atau militer terbesar di Eropa?
Ataukah sejauhmana perkembangan pertumbuhan organisasi-organisasi antar negara
di Eropa selain Uni Eropa yang turut mempengaruhi dinamika hubungan
internasional di Eropa?
Selain itu, terkait dengan analisa
liberalis institusional oleh Pollack terkait dengan interdepedensi ekonomi yang
akan berimplikasi akan tercapainya perdamian tidak bisa digunakan untuk mengeneralisasi
terkait dengan kawasan-kawasan lain dalam konteks studi hubungan internasional. Misalnya seperti kawasan Timur Tengah yang
mempunyai dinamika hubungan internasional yang berbeda sehingga sering terjadi
konflik antar negara di kawasan tersebut ataupun seperti kawasan Asia Tenggara
yang mempunyai institusi ASEAN.[xiv]
Hal ini juga disebabkan karena tidak
semua regional di berbagai belahan dunia ini menggunakan demokrasi sebagai
sebuah sistem bernegara sehingga idealisme democratic
peace yang ingin dicapai oleh
pendekatan neoliberalis cenderung tidak dapat termanifestasi ditengah
sistem internasional yang anarki.
Kesimpulan
Tulisan Pollack dapat menjadi
acuan dalam memahami dinamika integrasi Eropa ke dalam institusi antar negara
Uni Eropa. Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, Pollack telah
membandingkan dua pendekatan (rasionalis dan konstruktivis) dalam memahami
suatu fenomena hubungan internasional dalam hal ini integrasi Uni Eropa. Hal
ini menjadi penting bagi setiap penstudi hubungan internasional agar dapat
menggali berbagai persoalan hubungan internasional tidak semata melalui satu
sudut pendekatan tetapi harus dilakukan studi komparatif seperti yang dilakukan
oleh Pollack. Hal ini dalam tatanan afektif, dapat membantu penstudi hubungan
internasional dalam mengahargai berbagai perdebatan intelektualis yang terkait
dengan dinimika hubungan internasional.
Catatan Belakang
[i] Pollack, M. A. (2001) ‘International Relation Theory and Europen Integration’. Journal of
Common
Market Studies,
Vol. 39, No. 2. Hal. 222.
[ii]John J. Mearshimer (2010) ‘Structural Realism’
dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, New York: Oxford. Hal. 79-80.
[vi] Saez, Lawrance (2008) ‘Trade and Conflict Reduction: Implication
for Regional Strategic Stability’. Political Studies Association, Vol.
Hal. 698.
[ix] Jennifer Sterling dan
Folker. (2010) ‘Neoliberalism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, New
York: Oxford. Hal. 132.
[xii]Bruce Russett. (2010) ‘Liberalism’, dalam Tim
Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International
Relation Theories, New York: Oxford. Hal. 112.
[xiv] Perbadaan antara Uni Eropa dan ASEAN adalah Uni
Eropa telah terintegrasi secara moneter misalnya terkait dengan mata uang Euro
dan telah adanya sistem Bank Eropa sedangkan institusi ASEAN belum mencapai
integrasi ekonomi secara penuh.
DAFTAR PUSTAKA
Jennifer Sterling dan Folker. (2010)
‘Neoliberalism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International
Relation Theories, New York: Oxford.
Mearshimer, John J. (2010) ‘Structural Realism’
dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation
Theories, New York: Oxford.
Pollack, M.A. (2001)
‘International Relation Theory and Europen Integration’. Journal of Common Market Studies, Vol. 39, No. 2,
pp.221-244.
Russett, Bruce. (2010) ‘Liberalism’, dalam Tim
Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories,
New York: Oxford.
Saez,
Lawrence. (2008) ‘Trade and Conflict Reduction: Implication for Regional
Strategic Stability’. Political Studies Association, Vol. 10, pp.
698-716.
No comments:
Post a Comment