Review

Tuesday, March 29, 2016

“ANTARA KRISIS KEMANUSIAAN DAN KEPENTINGAN NEGARA”



oleh
PASKALIS ALFINOS TODA
Isu pengungsi merupakan salah satu isu sensitif yang terjadi di Eropa. Soliditas negara-negara Eropa secara khusus yang tergabung dalam Uni Eropa kian teruji dengan adanya krisis kemanusiaan akibat isu pengungsi. Selain itu, Uni Eropa sebagai institusi regional Eropa juga tengah mengalami permasalahan internal dengan adanya keinginan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris David Cameron mendapatkan tekanan dari internal negaranya karena sebagian menteri dan juga masyarakat Inggris mendesak agar Cameron melakukan referendum untuk memutuskan apakah Inggris keluar dari Uni Eropa atau tidak. Adapun kampanye-kampanye seperti BREXIT (British Exit) santer terdengar di dalam internal negara Inggris.
            Jumlah pengungsi yang datang dari Timur Tengah ke Eropa sangat besar yakni mencapai lebih dari 2 juta jiwa. Uni Eropa  mendesak pemerintah Turki agar menutup perbatasannya sehingga para pengungsi tidak dapat mencapai Eropa karena Turki merupakan negara singgah bagi para pengungsi sebelum pergi ke Yunani dan kemudian tersebar ke Eropa. Namun, pemerintah Turki di bawah Presiden Erdogan menyodorkan proposal untuk mendapatkan dana dari Uni Eropa dengan imbalan Turki akan membatasi jumlah penyebaran pengungsi. Pada November 2015, Uni Eropa sepakat untuk memberikan dana sebesar 3 miliar Euro kepada Turki untuk menangani permasalahan  pengungsi namun dana tersebut belum direalisasi. Hingga saat ini, porposal dana yang diminta Turki meningkat menjadi 6 miliar Euro. Isu pengungsi di Eropa juga dijadikan Turki sebagai momen untuk membahas wacana Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa karena Turki bukan merupakan anggota Uni Eropa.
Genesis Persolan
Persoalan pengungsi di Eropa merupakan persolan yang kompleks. Seorang petinggi NATO menuduh bahwa banyaknya pengungsi yang tersebar ke Eropa merupakan salah satu strategi rezim Presiden Bashar Al Asad dan Rusia untuk melemahkan soliditas Uni Eropa. Maka kemudian, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana terkait dengan aspek kemanusian? Mengapa, negara-negara justru memainkan isu ini demi kepentingan negaranya padahal para pengungsi ini merupakan orang-orang yang termarjinalkan dari akses power misalnya kesehatan, keamanan, kesejahteraan dan pendidikan.

            Isu pengungsi di Eropa harus juga dilihat melalui perspektif hulu dan hilir. Perlu diingat bahwa para pengungsi yang datang ke Eropa justru terjadi karena intervensi militer yang dilakukan oleh negara anggota Uni Eropa misalnya seperti Prancis, Inggris, dan Jerman secara khusus di Suriah dalam meredam teroris ISIS. Bersama-sama dengan AS, negara-negara-negara tersebut melakukan intervensi militer ke Suriah dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan kelompok oposisi Suriah dari tindakan represif rezim Asad dan bahaya laten ISIS. Adapun negara Rusia yang juga turut melakukan intervensi militer di Suriah karena memenuhi “undangan” Presiden Asad.
            Adanya perbedaan persepsi ancaman antara negara-negara yang melakan intervensi militer di Suriah justru membawakan dampak instabilitas pada kawasan Timur Tengah secara khusus bagi kondisi domestik Suriah dan Irak. Instabilitas kawasan Timur Tengah juga dapat dicermati dengan adanya ketengangan antara Arab Saudi dan Iran terkait dengan politik identitas Sunni dan Syiah. Ketegangan kedua negara ini tampak di dalam konflik domestik Yaman. Arab Saudi memberikan dukungan termasuk dukungan militer terhadap Presiden Yaman Abdu Rabbu Mansour Hadi sedangkan Iran mendukung pemberontak milisi Al Houthi yang merupakan kelompok pemberontak di Yaman. Ketegangan di antara ke dua negara ini juga  semakin tajam ketika Arab Saudi melakukan eksekusi mati terhadap salah satu ulama ternama Syiah yang berada di Arab Saudi.
Emansipasi
            Terkait degan permasalahan pengungsi maka kita berbicara mengenai kemanusiaan. Jalas bahwa mereka merupakan orang-orang yang membutuhkan uluran tangan dan bantuan. Maka konsep emansipasi merupakan salah satu konsep yang seharusnya menjadi kebijkan-kebijakan negara Uni Eropa di dalam melakukan kebijakan terkait dengan penanganan permasalahan pengungsi. Soliditas negara-negara Uni Eropa pun kian teruji karena ada negara-negara Uni Eropa yang menutup perbatasan bagi pengungsi ke negara mereka karena terkait dengan proteksi domestik dan alasan-alasan internal seperti adanya ekonomi yang melemah dan lain sebagainya misalnya negara  Austria, Slovenia, Kroasia. Adapun negara yang bukan anggota Uni Eropa yang juga menutup perbatasannya bagi pengungsi yakni negara Serbia. Menanggapi krisis kemanusiaan ini, Paus Fransiskus mengatakan "Bagaimana mungkin para anak-anak dan perempuan tak berdosa mengalami penderitaan seperti itu? Mereka berada di perbatasan karena begitu banyak pintu dan hati yang tertutup" (Kompas, 18 Maret 2016).
            Semoga dengan adanya berbagai pertemuan dan kesepakatan antara Uni Eropa dan Turki terkait dengan krisis kemanusiaan di kawasan Eropa dan Timur tengah akan terdapat solusi yang win-win dan lebih populis dan emansipatif. Selain itu, langkah Rusia untuk memulangkan kekuatan militernya di Suriah merupakan salah satu angin segar bagi terwujudnya stabilitas kawasan di Timur Tengah. Mengingat, AS dan beberapa negara kuat lainnya termasuk Rusia sedang dalam proses membahas proses perdamaian di Suriah di Jenewa, Swiss yang disponsori oleh PBB.
#allisFIne.

           

No comments:

Post a Comment