Judul Buku
Castells, Manuel. 2010. The Power of
Identity: second edition with a new preface. West Sussex: Blackwell Publishing.
Ringkasan Review
Review ini membahas mengenai
tulisan Manuel Castells mengenai kekuatan identitas yang terjadi pada
masyarakat di berbagai belahan dunia. Identitas pada dasarnya adalah sumber
makna dan pengalaman masyarakat. Identitas merupakan proses konstruksi dari sifat
budaya baik yang berasal dari seorang individu maupun dari berbagai aktor sehingga
membantuk identitas yang prural. Identitas masyarakat kini berkembang pesat di
era globalisasi. Di era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi
informasi membawa polemik dalam berbagai segi kehidupan masyarakat dunia. Di
suatu sisi, globalisasi berdampak positif namun di sisi yang lain, globalisasi
memberikan dampak negatif. Kedua hal ini berimplikasi terhadap kompleksitas di
berbagai segi kehidupan manusia yang berdampak pada dinamika kontelasi hubungan
internasional. Segala bentuk identitas, norma, dan aturan-aturan dapat
dikonstruksi oleh masyarakat dan mempengaruhi perilaku masyarakatnya melalui
proses internasionalisasi dan institunasionalisasi baik yang dilakukan oleh
aktor negara maupun aktor nonnegara.
Pada abad ke-21 terjadi peningkatan
jaringan antar masyarakat dan tumbuhnya kekuatan identitas antar masyarakat.
Kedua hal ini berjalan bersamaan seiring dengan terjadinya globalisasi dan
perkembangan teknologi yang berdampak pada transformasi atas negara, politik,
dan demokrasi. Perkembangan
teknologi komunikasi elektronik seperti internet turut membentuk identitas
individual dan identitas kolektif dalam tatanan kehidupan suatu masyarakat.
Pada era globalisasi, masyarakat antar berbagai macam negara dan berbagai suku
bangsa semakin terhubung satu satu sama lain sejalan dengan peningkatan
kamujuan di bidang teknologi informasi. Negara menjadi sumber di mana
kesejahteraan, teknologi, dan informasi serta power mengglobal. Contoh yang
paling nyata dapat terlihat adalah dengan terintegrasinya Eropa ke dalam
organisasi antar negara Uni Eropa. Dengan eksistensi Uni Eropa berarti
negara-negara yang tergabung di dalam Uni Eropa memberikan sebagian
kedaulatannya demi tercapainya identitas bersama sebagai suatu oganisasi intra
kawasan.
Semakin mengglobalnya dunia membuat
suatu masyarakat yang ada di suatu negara merasa menjadi semakin lokal. Hal ini
berdampak pada kehidupan bermasyarakat
di dalam suatu negara. Misalnya, munculnya kekuatan identitas dalam bentuk fundamentalisme agama seperti jaringan teroris
Al Qaeda, munculnya gerakan agama sebagai sumber konflik sosial dan perubahan
sosial, dan timbulnya kritik terhadap budaya patriarki oleh gerakan lesibian
dan gay. Timbulnya permasalahan yang semakin kompleks dalam internal suatu
negara pada saat yang sama membuat mengglobalnya suatu permasalahan domestik.
Dalam hal ini, perkembangan teknologi komunikasi seperti internet memberikan
pengaruh yang besar terhadap berkembangnya arus informasi.
Pengaruh agama menjadi hal yang juga
penting dalam membentuk kekuatan identitas suatu masyarakat. Kini, manusia
hidup di dalam sebuah planet Tuhan, di Bumi. Hanya 15 persen dari masyarakat di
dunia ini yang tidak beragama atau ateis sedangkan antara tahun 1990 dan 2000,
pemeluk agama Kristen meningkat rata-rata 1,36 persen per tahun. Pada tahun
2000, pemeluk agama Kristen mencapai kira-kira 33 persen dari total populasi
dunia serta pemeluk agama Muslim meningkat dari angka 2,13 persen per tahun
mencapai 19,6 persen dari total populasi dunia. Pemeluk agama Hindu mengalami
pertumbuhan sebesar 1,69 persen setiap tahunnya dan mencapai 13,4 persen dari
total populasi dunia dan pemeluk agama Budha mengalami pertumbuhan sebesar 1,09
per tahun dan mencapai 5,9 persen dari total populasi dunia.
Meningkatnya pertumbuhan agama pada saat
yang sama berdampak pada lahirnya fundamentalisme agama dan militansi agama di
berbagai negara. Misalnya kelompok terorisme Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden
yang mempunyai banyak jaringan di berbagai negara dan membuat terorisme menjadi
aktor baru yang turut mempengaruhi dinamika hubungan internasional, jaringan Hizbullah
di Libanon, Kelompok Hamas di Palestina, dan Ikhwanul Muslimin di Mesir, dan
bangkitnya kelompok neokonservatif di Amerika Serikat pada era Presiden George
Walker Bush junior.
Perbandingan Tulisan Manuel Castells
Castells beranggapan bahwa
meskipun identitas biasanya berasal dari seorang individu ataupun kelompok
masyarakat melalui kebudayaan, tetapi menurutnya identitas dapat berasal dari
institusi yang dominan. Hal ini akan terjadi apabila aktor-aktor sosial
menginternalisasi dan mengkonstruksi identitas tersebut.[1]
Atas dasar ini, Castells membagi tiga bentuk identitas yakni identitas
legitimasi, identitas resisten, dan identitas proyek.[2]
Sejalan dengan Castells, menurut Barnett, kebudayaan memberikan arti dan
mempengaruhi masyarakat dalam bertindak. Namun menurutnya, karena kebudayaan
itu beragam dan masyarakat mempunyai interpretasi yang berbeda maka masyarakat
dunia harus menyadari akan adanya perbedaan ini.[3]
Castells beranggapan bahwa identitas, norma,
ide, dan aturan tidak hanya dapat dikonstruksikan oleh aktor negara tetapi juga
aktor nonnegara. Viotti dan Kauppi mempunyai pendapat yang sama bahwa identitas
juga dapat dikonstruksikan oleh aktor negara dan nonnegara namun mereka
menambahkan bahwa pengaruh identitas dapat disebarkan melalui dua jalur yakni
melalui domestik suatu negara dan yang berasal dari eksternal suatu negara.
Yang berasal dari dalam suatu negara dapat berupa bentuk aspek budaya yang
lebih luas dalam hal sosial dan militer. Identitas juga dapat dipengaruhi oleh
aspek ras, gender, nasionalisme, agama, dan ideologi. Sedangakan, dari faktor
eksternal, identitas dapat berasal dari norma-norma internasional yang dapat
membentuk identitas suatu negara dan mempengaruhi relasi antara suatu negara
dengan negara yang lain.[4]
Menurut Fierke, norma, aturan, dan bahasa merupakan hal yang penting pasca
perang dingin antara Amerika Serikat dan Unisoviet. Dengan berakhirnya perang dingin,
isu-isu dunia internasional lebih dapat dikaji secara lengkap dan mempunyai
penjelasan yang lebih tepat yakni dengan melihat bagaimana faktor-faktor
ideasional dapat dikonstruksi dalam kemungkinan yang berbeda dan hasil yang
berbeda.[5]
Viotti
dan Kauppi memberikan istilah intersubjektif dan institunasionalisasi. Menurut
mereka, konstruktivis melihat politik internasional dituntun oleh
intersubjektif yang berarti komponen-komponen ideasional dibagi oleh masyarakat
ke masyarakat dan institunasionalisasi berarti ide-ide kolektif seperti norma,
aturan, kepercayaan, dan nilai dibangun dan dikonstitusikan oleh dunia sosial
sebagai sturktur atau institusi, perbuatan, dan identitas.[6]
Barnett menambahkan bahwa ide didefinisikan oleh struktur internasional dan
bagaimana aktor negara dan aktor non negara kembali mereproduksi struktur
tersebut dan pada suatu saat mengubah struktur tersebut.[7]
Sejalan dengan Castells dan Barnett,
Viotti dan Kauppi mempunyai argumentasi serupa terkait dengan identitas.
Pertama, menurut mereka konstruktivis mencari permasalahan dari identitas dan
kepentingan dari negara. Kedua, konstruktivis memandang sturuktur internasional
dalam istilah struktur sosial yang menanamkan faktor-faktor ide mencakup norma, aturan, dan hukum. Ketiga,
konstruktivis memandang dunia sebagai proyek yang yang senantiasa mendapatkan
perlawanan.[8]
Analisa
terhadap Tulisan Manuel Castells
Castells memberikan pemaparan
yang komprehensif mengenai kekautan
identitas dalam dunia internasional kontemporer. Metode yang digunakan oleh Castells adalah
dengan menggunakan metode komparatif yakni Castells mencoba memahami bagaimana
identitas yang dimiliki oleh masyarakat di suatu negara menjadi kekuatan dengan
melihat pada konteks sejarah dan pada konteks dunia kontemporer.
Yang
menarik dari buku Castells ini adalah Castells memberikan afirmasi pada situasi
dunia saat ini khususnya melalui titik tolak dunia pasca perang dingin (post cold war) antara Amerika Serikat
dan Unisoviet serta konstelasi politik global pasca peristiwa 9 September 2001
di mana terjadinya serangan teroris terhadap Amerika Serikat. Peristiwa 9/11
ini yang pada akhrinya membuat Amerika menginvasi Afganistan pada tahun 2001
dan Irak pada tahun 2003 atas nama perang melawan teror (war on terror). Tindakan Amerika Serikat ini menurut Castells
merupakan bentuk counter offensive
atas perilaku teroris yang mengancam domestik Amerika. Di lain sisi, menurut
Castells, tindakan invasi Amerika Serikat merupakan bentuk usaha Amerika
Serikat untuk mengembalikan bentuk unilateral Amerika dalam urusan
internasional.[9]
Castells memaparkan bahwa negara saat
ini hidup di dalam era globalisasi yang ditandai dengan adanya perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang massif. Hal ini membuat negara-negara
dan khususnya masyarakat yang ada di suatu negara dengan masyarakat di negara
lain semakin terkoneksi satu sama lain. Terkait dengan hal ini, Castells
memberikan istilah informational politic
atau politik informasi. Dalam politik informasi, media memiliki peranan yang
sangat penting namun demikian menurut Castells media tetap mempunyai kelemahan
karena sifat media yang beragam dan orientasi bisnis yang berbeda pula.[10]
Karena itu menurut Castells, dunia tidaklah datar kecuali negara superpower meratakan melalui ekonomi dan
kekuatan militer.
Dimana letak power menurut Castells
dalam konstruktivis? Castells mengatakan
bahwa, “power still rules society; it
still shapes, and dominates us”. Ada
tiga power yang mempengaruhi dunia saat ini menurut Castellls. Pertama,
institusi (negara), organisasi (perusahaan kapitalis), dan pengontrol simbolis
(seperti perusahaan, media, dan gereja). Sumber-sumber power ini dapat saja
bertahan lama ataupun dapat memudar. Namun saat ini terdapat sumber power yang
baru yang terdapat pada kode-kode informasi dan pada gambar yang mewakili
dimana masyarakat mengatur institusi mereka dan masyarakat membangun kehidupan
mereka, dan memutuskan perilaku mereka. Tempat power ini adalah pada pikiran
manusia.[11] Pikiran manusia yang menjadi sumber power
yang baru ini yang pada akhirnya membuat manusia berpikir apakah menyetujui globalisasi
atau menolak globalisasi? Pikiran manusia menghasilkan kekuatan feminisme dan
enviromentalis, nasionalisme, dan fundamentalisme agama. Hal ini berarti
sumber-sumber ide seperti agama, nilai, norma, dan aturan menjadi hal yang
sangat penting dalam konstelasi hubungan internasional dan internal domestik
suatu negara. Di era globalisasi membuat dunia semakin kecil dan arus informasi
berkembang dengan sangat cepat yang dapat mempengaruhi suatu masyarakat untuk
mengkonstruksikan identitas mereka. Kukuatan ide membentuk kontruksi pemahaman
suatu negara akan dunia yang dia punya dengan demikian preferensi suatu negara
untuk berperang atau memilih utuk damai bergantung pada ide yang dianut oleh
negara tersebut.
Kesimpulan
Tulisan Castells memberikan
pemahaman yang komprehensif dalam perkembangan hubungan internasional saat ini.
Castells memberikan analisa yang tajam dengan membuat perbandingan antara
pendekatan historis dengan pendekatan kontemporer dan pada akhirnya mengerucut
pada konklusi terkait dengan kekuatan identitas dalam konstelasi politik
internasional dewasa ini. Tulisan ini dapat membantu pembaca dalam menyikapi
dan memahami bagaimana norma, aturan, dan ide dikonstruksi oleh suatu
masyarakat melalui penyebaran pengaruh khususnya oleh aktor negara dan aktor
nonnegara.
Ketergantungan
antar negara saat ini sangatlah tinggi, interkonektivitas antara masyarakat
yang berada di suatu negara dengan negara yang lain semakin erat. Dengan
demikian, konstelasi hubungan internasional akan semakin kompleks dan negara
yang menjadi salah aktor utama dalam hubungan internasiomal harus benar-benar
dapat mengkonstruksikan apa yang menjadi nilai, norma, aturan, dan ide yang
berasal dari dalam negara tersebut. Dengan demikian, suatu negara dapat
bertahan di era globalisasi seperti saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Barnett,Michael. (2008) ‘Social Constructivism’,
dalam John Baylis, Steve Smith, dan Patricia Owens. An Introduction to
International Relation, Fourth Ed. New York: Oxford.
Castells, Manuel. (2010). The Power of Identity:
second edition with a new preface. West Sussex: Blackwell Publishing.
Fierke, K. M. (2010) ‘Constructivism’, dalam Tim
Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relation Theories, Second
Ed. New York: Oxford University Press.
Viotti, P., & Kauppi, M. (2010).
International Relation Theory, Fourth Ed. New York: Pearson.
[1] Manuel Castells. (2010). The Power of Identity: second edition with a new preface. West
Sussex: Blackwell Publishing. Hal. 7.
[3] Michael Barnett. (2008)
‘Social Constructivism’, dalam John Baylis, Steve Smith, dan Patricia Owens. An Introduction to International Relation,
Fourth Ed. New York: Oxford. Hal. 164.
[4] Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi. (2010). International Relation
Theory, Fourth Ed. New York: Pearson. Hal. 286.
[5] K.M.
Fierke. (2010) ‘Constructivism’, dalam Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith.
International Relation Theories, Second Ed. New York: Oxford University
Press. Hal. 179-180.
[6] Viotti dan Kauppi, Op. Cit., Hal. 280.
[7] Barnett,
Op. Cit., Hal. 162